Thursday, January 12, 2012

Karapan Sapi, Bukan Sekedar Pesta Rakyat Madura

Karapan Sapi, Bukan Sekedar Pesta Rakyat Madura - Karapan sapi ialah perlombaan pacuan sapi yang identik berasal dari pulau Madura,jawa timur.
Pada karapan sapi terdapat sepasang sapi yang menarik semacam kereta yang terbuat dari kayu dan dipaksa berlari sekencang mungkin agar dapat menjadi yang pertama sampai garis finish. Gerak lari sapi dikendalikan oleh seorang joki yang berdiri di kereta kayu oleh sepasang sapi yang beradu cepat tersebut.
Karapan Sapi dipacu Kencang

Panjang trek pacuan karapan sapi biasanya sekitar 100 meter sampai 200 meter  dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar 10 detik sampai 1 menit. Karapan sapi biasanya diselenggarakan dalam rangka pesta rakyat setelah suksesnya menuai hasil panen padi dan tembakau.

Pada karapan sapi terdapat beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah Bupati Cup yang biasanya di selenggarakan pada bulan Agustus dan September  setiap tahun. Bupati Cup dapat diselenggarakan dua kali dalam setahun di daerah  pinggiran kota dan acaranya berlangsung sangat tradisional karena pembatas antara penonton dan trek pacuan hanya terbuat dari anyaman bambu .
Karapan Sapi Bupati Cup
 Pemenang-pemenang di Bupati Cup akan kembali bertanding  pada tahapan ke dua yaitu Presiden Cup.yang biasanya diselenggarakan di kota Bangkalan pada bulan September atau Oktober untuk memperebutkan Piala Bergilir.
Karapan Sapi Presiden Cup
Prosesi awal dari karapan sapi biasanya di mulai dengan mengarak sapi-sapi yang terlebih dahulu didandani sedemikian rupa di sekeliling pacuan di sertai perpaduan musik tradisional Seronen khas pulau Madura.

Arakan Sapi pada Pembukaan Karapan Sapi

Iringan Tari & Musik pada Pembukaan Karapan Sapi

Karapan sapi ternyata bukan hanya sekedar pesta rakyat bagi sebagian orang di pulau Madura tetapi ajang mengangkat status sosial seseorang. Jadi tak heran jika sapi-sapi pacuan tersebut dapat perlakuan istimewa. Seperti menghiasi rumah dengan garasi,  tentunya bukan garasi mobil ,  melainkan garasi tempat tinggal si sapi jagoan. Tidak itu saja sapi-sapi ini memperoleh pijatan khusus dari sang pemilik dan makan telur hampir 80 butir dalam sehari  dan tak lupa pula jamu tradisional agar stamina si sapi terjaga. Bahkan pengeluaran biaya untuk membentuk tubuh si sapi agar menjadi kekar dan sehat dapat mencapai Rp 4 juta perpasang. Hal ini akan terbayar lebih karena sapi yang memenangkan perlombaan dapat mencapai harga Rp 75  juta per ekornya dan selain itu hadiah taruhan biasanya juga didapatkan dari taruhan adu jago sapi antar penonton atau pesaing .
Karena mahalnya pengeluaran dan besarnya hadiah yang  akan didapatkan, harga diri sang pemilik sapi jadi ikut di pertaruhkan, sehingga tidak heran jika sang pemilik sampai menyewa dukun untuk menjaga sapi dan jokinya dari jampi-jampi para pemilik sapi pesaing.

Tapi semua itu tidak akan berarti jika si sapi tidak bisa berlari kencang, karenanya joki dari sapi karapan bahkan tega menyakiti sapi-sapi karapan seperti  pangkal ekor sapi dipasangi sabuk yang penuh paku yang tajam dan dicambuk dengan cambuk yang diberi duri tajam di bagian bokong  sapi dan tentu saja luka-luka itu akan membuat si sapi  berlari sekencang mungkin hingga finish. Setelah pertandingan sapi-sapi karapan akan di beri waktu untuk menyembuhkan luka-luka. Namun sapi-sapi karapan tersebut hanya dapat di pertandingkan dua sampai tiga kali pertandingan saja dan tidak boleh lebih dari itu.
Luka Pada Sapi Akibat Cambukan Joki
 Lahirnya karapan sapi di Madura nampaknya sejalan dengan kondisi tanah pertanian yang luas di Madura. Tanah-tanah pertanian itu dikerjakan dengan bantuan binatang-binatang peliharaan seperti sapi dan kerbau. Karena banyaknya penduduk yang memelihara ternak, maka lama kelamaan muncullah pertunjukan karapan sapi.
Ada dugaan bahwa karapan sapi sudah ada di Madura sejak abad ke 14. Disebutkan ada seorang kyai bernama Kyai Pratanu pada jaman dulu yang telah memanfaatkan karapan sapi sebagai sarana untuk mengadakan penjelasan tentang agama Islam. Oleh sebab itu ajaran-ajarannya yang filosofis dihubungkan dengan posisi sapi kanan (panglowar) dan sapi kiri (pangdalem) yang harus berjalan seimbang agar jalannya tetap “lurus”, agar manusia pun dapat berjalan lurus.
 
Cerita lain mengatakan, pada abad ke-14 di Sapudi memerintahkan Panembahan Wlingi. Ia banyak berjasa dalam menanamkan cara-cara berternak sapi yang kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Adi Poday. Sang putra lama mengembara di Madura daratan dan ia memanfaatkan pengalamannya di bidang pertanian di Pulau Sapudi sehingga pertanian semakin maju.
Karena pertanian sangat maju pesat, maka dalam menggarap lahan itu para petani seringkali berlomba-lomba untuk menyelesaikan perkerjaannya. Kesibukan berlomba-lomba untuk menyelesaikan pekerjaan itu akhirnya menimbulkan semacam olahraga atau lomba adu cepat yang disebut karapan sapi.

Terlepas dari itu semua karapan sapi merupakan warisan leluhur yang bernilai dan  harus di lestarikan hingga anak cucu kita.dan tentu nya tradisi ini dapat di jadikan objek wisata yang tidak hanya menarik turis local melainkan dapat juga menarik turis mancanegara.

Oleh sebab itu, kita harus melestarikan tradisi dan kebudayaan karapan sapi, seperti halnya yang dilakukan oleh  plat-m.com, bloggernusantara.com dan idblognetwork.com yang telah menyelenggarakan sebuah kontes dengan tema "Karapan Sapi". Hal ini tentunya akan lebih mengenalkan tentang budaya karapan sapi kepada masyarakat indonesia bahkan dunia. Suatu tindakan nyata untuk melestarikan kebudayaan karapan sapi.
Semoga artikel tentang karapan sapi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan serta dapat mengenalkan kebudayaan karapan sapi kepada masyarakat Indonesia dan Dunia.


My Ping in TotalPing.com
Ping your blog, website, or RSS feed for Free
Feedage Grade C rated
Preview on Feedage: general Add to My Yahoo! Add to Google! Add to AOL! Add to MSN
Subscribe in NewsGator Online Add to Netvibes Subscribe in Pakeflakes Subscribe in Bloglines Add to Alesti RSS Reader
Add to Feedage.com Groups Add to Windows Live iPing-it Add to Feedage RSS Alerts Add To Fwicki