Bertepatan dengan peringatan 90 tahun Soeharto (8/6), di Museum Purna Bhakti Pertiwi, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, diterbitkan buku berjudul Pak Harto, The Untold Stories. Di tengah-tengah kerinduan terhadap Soeharto, buku yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama ini memuat berbagai kenangan yang bersifat human interest mengenai mantan Presiden Soeharto yang selama ini tidak pernah dipublikasikan.
Buku ini juga memuat kisah sisi-sisi pribadi Soeharto dan juga foto-foto. Ada yang tak terduga, jenaka, dan juga mengharukan.
Tak kurang 113 narasumber ikut urun rembuk dan menulis kisahnya dalam buku tersebut, termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina, Fidel Ramos. Bahkan, mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, dan Raja Brunei Darussalam, Sultan Bolkiah menuliskan sendiri pengalamannya.
Terlepas dari komentar maupun kisah-kisah yang dituliskan dalam buku itu, pada kesempatan terpisah, secara terpisah pengamat politik Universits Indonesia Prof Dr Maswadi Rauf mengatakan, bahwa Soeharto masih dianggap lebih baik oleh kalangan bawah dibanding tokoh yang pernah memimpin Indonesia selama ini ya memang harus diakui.
Tetapi, kata Maswadi Rauf, di masyarakat kalangan menengah ke atas, justru sebaliknya. Selama kepemimpinan Pak Harto, hak berbicara, berpolitik, dan berusaha, dikekang tidak sebebas seperti saat ini.
Maswadi menjelaskan secara politis jika ditimbang dari sisi baik dan buruknya, justru kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun lebih banyak menyisakan mudharatnya ketimbang baiknya
Bagi Maswadi, banyaknya korupsi di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, saat ini, mulai dari, pelanggaran dan jual beli hukum, ekonomi masyarakat makin terpuruk, katanya tak bisa lepas dari akibat warisan kepemimpinan orde baru yang dipegang Pak Harto
“Saya menilai, kepempimpinan Pak Harto, tidak lebih baik dari sekarang. Justru kondisi yang ada saat ini keterpurukan moral pemimpin dengan tindakan korupsi makin merajalela, merupakan warisan orde baru,” tegasnya.
Sedikit berbeda dari Maswadi, salah satu narasumber, yang juga mantan mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris yang didaulat menjadi pembicara dalam acara peluncuran buku tersebut menuturkan kenanganya istimewanya tentang Pak Harto.
“Saya tak pernah jadi menteri beliau, bahkan sempat dipenjara 1 tahun tiga bulan dalam peristiwa Malari. Namun, dalam berbagai perkembangan, Pak Harto adalah pemimpin yang cocok untuk Indonesia. Minus yang dipandang negatif misalnya, peranan keluarga dalam bisnis, juga teman-teman dekat beliau.”
Menurut Fahmi, ada alasan mengapa Soeharto dipandang cocok untuk Indonesia. Karena, Pak Haro memiliki kemampuan, punya kebijakan, tahu apa yang harus dilakukan, dan berani menghadapi segala macam masalah.
Dalam mengelola pemerintahan, menurut dia, Soeharto melakukan segala sesuatu dengan perencanaan yang baik, untuk masalah nasional maupun internasional.
“Beliau punya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) untuk perencanaan jangka panjang, juga punya perencanaan jangka pendek. “Sekali lagi, minus korupsi dalam pemerintahannya, program-program yang dilakukan tercapai. Kecukupan pangan, keberhasilan program Keluarga Berencana, penyiapan kesehatan masyarakat miskin.”
Salah satu kenangan yang paling diingat Fahmi adalah saat Soeharto berkenan meresmikan hotel miliknya. “Dengan cepat beliau menyetujuinya, ‘Ok, saya resmikan, kalian yang punya kan’,” tambah Fahmi, menirukan ucapan Soeharto. Saat Soeharto lengser, Fahmi mengaku sering berkunjung ke rumah penguasa Orde Baru itu di Cendana. “Apalagi masalah protokoler tak ada lagi, dengan mudahnya lewat ajudan.”
Kala itu, kenang Fahmi, Soeharto menghindar dari pembicaraan politik, meski toh bicara juga dengan berbagai penekanan. “Sejumlah kritik dia ungkapkan, menyesalkan posyandu tak diaktifkan, juga tenaga pengawas lapangan pertanian, dan berbagai hal.” (Harian Terbit)
http://bumnwatch.com/diluncurkan-kisah-kisah-pribadi-pak-harto/